Masih saja terasa sesak mengingat kabar berpulangnya Didi kempot yang sangat mendadak itu. Jujur sebagai orang yang sebenarnya tidak sering-sering banget mendengarkan musik, agak mengherankan bahwa lagu-lagu Didi kempot lah yang mempunyai kesan yang cukup dalam menemani perjalanan kehidupan saya sejak kecil sampai sekarang, sejak almarhum masih berkelana di stasiun balapan dan terminal Tirtonadi solo sampai sekarang menyandang gelar “the lord of broken heart”
Ingat betul saat kecil bapak sering kali mendengarkan lagu campur sari di waktu pagi, saya terkesan sebuah lagu yang saat itu sebenarnya dinyanyikan oleh almarhum Basuki Srimulat berjudul kuncung yang ternyata ciptaan pakdhe didi. Lagu tersebut menceritakan kisah kehidupan anak kecil desa dalam segala keterbatasan yang punya style rambut “kuncung” yang mempunyai cita-cita menjadi dokter saat dewasa. Lagu yang cukup membekas untuk saya saat itu terlebih lagu ini dinyanyikan dalam langgam campur sari.
Lagu almarhum yang memiliki cerita lain dalam kehidupan saya pribadi adalah terminal Tirtonadi. Bukan karena liriknya yang menceritakan tentang orang yang ditinggal pergi oleh pasangannya di terminal itu, lebih karena terminal ini tempat saya dan keluarga naik bis pulang ke Jakarta saat kami belum punya kendaraan pribadi. Dalam perjalanan bis yang biasa kami tumpangi sering kali memutar lagu ini saat keluar dari terminal. Entah aneh atau lucu, saya selalu merasa sedih dan menangis sepanjang jalan kota solo ketika mendengar lagu ini saat perjalanan pulang ke Jakarta.
Sampai sekarang, banyak sekali lagu pakde didi yang betul-betul masih saya suka dengar dan agak hapal. Terminal Tirtonadi, Sewu Kuto, Parangtritis, Tanjung mas, kalung emas, Tatu dan mungkin banyak lagi yang saya tahu tapi tidak mungkin saya sebutkan satu-satu. Jujur, saya sedikit punya kritik terhadap lagu-lagu pakdhe didi yang dibuat dengan irama yang “njogeti”. Mungkin saja, ini memang sengaja dibuat dengan dipadukan dengan musik yang menyenangkan tetapi tidak menghilangkan esensi perasaan “ambyar” dalam lagu tersebut. Tidak terbayangkan apabila semua lagu broken heart nya pakdhe didi dibuat melow dengan balutan musik akustik yang disetel saat hujan gerimis di waktu senja. Jleb...
Akhir kata, beristihatlah dengan tenang pakde Didi. Karyamu tidak hilang dilekang zaman dan senantiasa membuat kami ambyar..
#RIPDidiKempot
Ingat betul saat kecil bapak sering kali mendengarkan lagu campur sari di waktu pagi, saya terkesan sebuah lagu yang saat itu sebenarnya dinyanyikan oleh almarhum Basuki Srimulat berjudul kuncung yang ternyata ciptaan pakdhe didi. Lagu tersebut menceritakan kisah kehidupan anak kecil desa dalam segala keterbatasan yang punya style rambut “kuncung” yang mempunyai cita-cita menjadi dokter saat dewasa. Lagu yang cukup membekas untuk saya saat itu terlebih lagu ini dinyanyikan dalam langgam campur sari.
Lagu almarhum yang memiliki cerita lain dalam kehidupan saya pribadi adalah terminal Tirtonadi. Bukan karena liriknya yang menceritakan tentang orang yang ditinggal pergi oleh pasangannya di terminal itu, lebih karena terminal ini tempat saya dan keluarga naik bis pulang ke Jakarta saat kami belum punya kendaraan pribadi. Dalam perjalanan bis yang biasa kami tumpangi sering kali memutar lagu ini saat keluar dari terminal. Entah aneh atau lucu, saya selalu merasa sedih dan menangis sepanjang jalan kota solo ketika mendengar lagu ini saat perjalanan pulang ke Jakarta.
Sampai sekarang, banyak sekali lagu pakde didi yang betul-betul masih saya suka dengar dan agak hapal. Terminal Tirtonadi, Sewu Kuto, Parangtritis, Tanjung mas, kalung emas, Tatu dan mungkin banyak lagi yang saya tahu tapi tidak mungkin saya sebutkan satu-satu. Jujur, saya sedikit punya kritik terhadap lagu-lagu pakdhe didi yang dibuat dengan irama yang “njogeti”. Mungkin saja, ini memang sengaja dibuat dengan dipadukan dengan musik yang menyenangkan tetapi tidak menghilangkan esensi perasaan “ambyar” dalam lagu tersebut. Tidak terbayangkan apabila semua lagu broken heart nya pakdhe didi dibuat melow dengan balutan musik akustik yang disetel saat hujan gerimis di waktu senja. Jleb...
Akhir kata, beristihatlah dengan tenang pakde Didi. Karyamu tidak hilang dilekang zaman dan senantiasa membuat kami ambyar..
#RIPDidiKempot
Komentar
Posting Komentar